Jumat, 26 April 2013

YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN INDONESIA (YLKI)


YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN INDONESIA (YLKI)

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah organisasi non-pemerintah dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 1973. Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya..
Pada awalnya, YLKI berdiri karena keprihatinan sekelompok ibu-ibu akan kegemaran konsumen Indonesia pada waktu itu dalam mengonsumsi produk luar negeri. Terdorong oleh keinginan agar produk dalam negeri mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia maka para pendiri YLKI tersebut menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis hasil industri dalam negeri.
            Bidang kegiatan utama lembaga ini adalah perlindungan konsumen, di samping bidang lainnya seperti kesehatan, air bersih dan sanitasi, gender, dan hukum sebagai penunjangnya.
Program-program yang telah dilakukan lembaga adalah advokasi, penerbitan majalah dan pemberdayaan perempuan, lembaga ini juga banyak mendapatkan bantuan dari berbagai lembaga, antara lain Sekretariat Negara, Pemerintah Daerah DKI Jakarta, USAID, dan The Ford Foundation. 
            Lembaga ini merupakan anggota Jaringan Kerja WALHI, YAPPIKA, HIV-AIDS, LM3, Consumers International, Pesticide Action Network, Health Action, Sustainable Transportation of Asia Pasific. Wilayah kerjanya berskala nasional.  Lembaga ini memiliki 30 staf tetap, 1 staf tidak tetap, 17 orang tergolong staf profesional dan 14 orang staf administrasi.
           
HAK KONSUMEN YANG DILANGGAR OLEH PELAKU BISNIS

Konsumen, sebagai pengguna akhir barang/jasa, berposisi lebih tinggi dibanding pelaku usaha, sebagai penyedia barang/jasa. Namun, dalam realitas, hak-hak konsumen sering dimarginalkan. Bukan hanya oleh pelaku usaha, tapi juga oleh kebijakan negara yang tidak berpihak pada kepentingan konsumen. Bahkan tidak sedikit kebijakan negara yang justru mereduksi hak-hak dasar masyarakat konsumen. Itu pada konteks permasalahan makro.

Pada konteks permasalahan mikro, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mewadahi dan menjembatani hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha, yaitu menerima pengaduan konsumen.

PEMBAHASAN

Pertama, pengaduan jasa telekomunikasi didominasi oleh fenomena “perampokan” pulsa oleh operator seluler dan atau content provider yang berkolaborasi dengan operator seluler. Konsumen tidak berlangganan fitur tertentu, tetapi pulsa dipotong. Atau, sekalipun berlangganan, ketika konsumen ingin berhenti (karena merasa dijebak, ditipu), dan telah melalui mekanisme berhenti berlangganan secara benar (unreg), upaya tersebut sering gagal. Patut diduga, pihak operator seluler sengaja mempersulit proses “unreg”dimaksud. Ironisnya, Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI), yang seharusnya mempunyai otoritas penuh, toh terbukti tidak mampu berbuat banyak untuk menjewer operator nakal.

Kedua, jasa perbankan. Persoalan klasik yang membelit konsumen perbankan adalah masalah kartu kredit. Pengaduan yang dominan adalah, selain masalah debt collector yang acap melakukan tindakan premanisme kepada konsumen, adalah konsumen yang tidak mampu membayar tagihan kartu kredit. Kasus gagal bayar boleh jadi merupakan kesalahan konsumen sebagai nasabah bank. Namun hal ini lebih dipicu oleh longgarnya pihak bank dalam menerbitkan kartu kredit.

Ketiga, pengaduan perumahan, mayoritas seputar keterlambatan serah-terima rumah, sertifikasi, mutu bangunan yang tidak sesuai, informasi marketing yang menyesatkan, serta tidak adanya fasilitas umum dan sosial. Bahkan masih banyak pengaduan perumahan yang amat ekstrem, yaitu pembangunan rumah tidak terealisasi. Ada saja alasan pihak developer yang gagal membangun rumahnya, mulai dari terganjal perizinan (IMB, amdal), hingga kesulitan ekonomi yang mengakibatkan developer jatuh pailit.

Berikut ini adalah hak yang sering dilanggar pelaku bisnis
1.    Hak atas kenyamanan
2.    Hak untuk memilih
3.    Hak atas informasi
4.    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
5.    Hak untuk mendapat pendidikan
6.    Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif
7.    Hak untuk mendapatkan ganti rugi
8.    Hak yang diatur dalam perundang-undangan lainnya

CONTOH KASUSU YLKI

Contoh 1 :

beritawmc.com-JAKARTA: Ketua Umum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta manajemen Lion Air diaudit, menyusul kecelakaan pesawat Lion Air di Bali, Sabtu (13/4/2013) pukul 15.35 WITA.
"Regulator harus audit managemen Lion Air. Yang tidak kalah pentingnya, pihak lion Air harus memberikan ganti rugi kepada setiap konsumennya yang ikut dalam penerbangan itu, secara Optimal. Seperti yang dicantumkan dalam UU Konsumen No 8 tahun 1999," katanya dalam pesan singkat, Sabtu (13/4/2013), pukul 19.45.
Tulus menduga, murahnya harga tiket pesawat yang ditawarkan membuat Lion Air membatasi pengeluaran untuk operasional penerbangan, yang akhirnya membahayakan Konsumen.
"Saya juga takutnya karena biaya tiket yang murah, lalu pihak penerbangan membatasi kebutuhan dari penerbangan, seperti membatasi bahan bakarnya," jelasnya.
Selain itu, YLKI meminta Komite Nasional Keselamatan Transportasi(KNKT) untuk segera melakukan investigasi penyebab jatuhnya Lion Air di laut Bali, dan mengumumkannya ke public
Diketahui, sore tadi pesawat Lion Air jenis Boeng 737-800 NG rute penerbangan Bandung-Denpasar jatuh di laut, dekat Bandara Ngurah Rai. Seluruh penumpang yang berjumlah 101 orang dan 7 awak pesawat dinyatakan selamat. Sementara pesawat yang dikemudikan pilot Captain M Ghazali kondisinya patah di bagian ekor. 
Contoh 2 :
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan pemerintah seharusnya tak perlu membuat aturan dua harga BBM bersubsidi. Pasalnya, konsumen sesungguhnya sudah setuju dengan kenaikan harga BBM.

"Konsumen itu sebenarnya sudah tak masalah dengan harga naik," tegas Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo saat dihubungi ROL, Senin (15/4). Namun, ujar dia, pemerintah saja yang membuat seolah-olah menaikkan harga sangat berisiko karena politik. 

Alasan pemerintah yang selalu menuding kelompok miskin akan terkena dampak besar dari kenaikan BBM, juga tak berdasar. Karena, berdasarkan penelitian, YLKI mencatat 60 persen pendapatan kelompok miskin justru lebih banyak dihabiskan ke makanan bukan ke BBM bersubsidi. "Pemerintah tinggal mengatur teknisnya saja, bagaimana agar kenaikan BBM bersubsidi tak mempengaruhi makanan. Itu kan tugas mereka bagaimana mengendalikan harga," jelasnya.

Lagipula, aturan dua harga BBM bersubsidi memang tetap tak akan efektif untuk mengendalikan konsumsi BBM. Soal infrastruktur yang harus disiapkan misalnya, bakal membuat aturan berjalan lamban. "Paling tidak, waktu untuk menyiapkan infrastrukutr itu tiga bulan," katanya.

Tidak dilarangnya sepeda motor menggunakan BBM bersubsidi juga akan menjadi masalah lain, mengingat kelompok ini menggunakan BBM bersubsidi 50 persen lebih. "Artinya kalau mobil pribadi saja dibatasi tapi motor tidak, ya sama saja," tegasnya. Berapa volume BBM bersubsidi yang akan dihemat juga belum jelas.
Reporter : Sefti Oktarianisa
Redaktur : Nidia Zuraya

SUMBER :


KOMENTAR :

YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia)

YLKI ini meningkatkan konsumen untuk bertanggung jawab dan melindungi dirinya sendiri dan lingkungan.YLKI berusaha untuk memproduksi agar masyarakat tidak mengkonsumsi barang dari luar negeri dan menghargai produksi dalam negeri.

            Dalam hal ini YLKI ingin konsumen merasa nyaman untuk memproduksi yang dibuat oleh negerinya sendiri.Hal ini juga dapat meningkatkan pembangunan di Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar